Kamis, 15 April 2010

CERITA BIJAK



KUMPULAN CERITA BIJAK



Siapa Yang Paling Jelek ?

Ada suatu kisah seorang santri yang menuntut ilmu pada seorang Kyai.
Bertahun-tahun telah ia lewati hingga sampai pada suatu ujian terakhir.
Ia menghadap Kyai untuk ujian

tersebut. "Hai Fulan, kau telah menempuh semua tahapan belajar
dan tinggal satu ujian, kalau kamu bisa
menjawab berarti kamu lulus.", kata Kyai.


"Baik pak Kyai, apa pertanyaannya?"
"Kamu cari orang atau makhluk yang lebih jelek dari kamu,
kamu aku beri waktu tiga hari.", jawab Kyai.


Akhirnya santri tersebut meninggalkan pondok untuk
melaksanakan tugas dan mencari jawaban atas pertanyaan Kyai-nya.

Hari pertama, sang santri bertemu dengan si Polan
pemabuk berat yang dapat dikatakan hampir tiap hari mabuk-mabukan.
Santri berkata dalam hati, "Inilah orang yang lebih jelek dari saya.
Aku telah beribadah puluhan tahun sedang dia mabuk-mabukan terus."
Tetapi sesampai ia di rumah, timbul pikirannya.
"Belum tentu, sekarang Polan mabuk-

mabukan siapa tahu pada akhir hayatnya Allah SWT
memberi Hidayah (petunjuk) dan dia Khusnul Khotimah.
Dan aku sekarang baik banyak ibadah tetapi pada akhir hayat di

kehendaki Suul Khotimah, bagaimana? Dia belum tentu lebih jelek dari saya.

Hari kedua, santri jalan keluar rumah dan ketemu
dengan seekor anjing yang menjijikkan rupanya,
sudah bulunya kusut, kudisan dan sebagainya. Santri bergumam, "Ketemu

sekarang yang lebih jelek dari aku. Anjing ini sudah haram dimakan,
kudisan, jelek lagi." Santri gembira karena telah dapat
jawaban atas pertanyaan gurunya. Waktu akan tidur

sehabis 'Isya, dia merenung, "Anjing itu kalau mati, habis perkara dia.
Dia tidak dimintai tanggung jawab atas perbuatannya oleh Allah,
sedangkan aku akan dimintai pertanggung

jawaban yang sangat berat. Kalau aku berbuat banyak dosa akan masuk neraka.
Aku tidak lebih baik dari anjing itu."

Hari ketiga akhirnya santri menghadap Kyai.
Kyai bertanya, "Sudah dapat jawabannya muridku?"


"Sudah guru", santri menjawab.
"Ternyata orang yang paling jelek adalah saya guru."
Sang Kyai tersenyum, "Kamu aku nyatakan lulus."

***

Selama kita masih sama-sama hidup kita tidak boleh sombong/merasa
lebih baik dari orang/makhluk lain. Yang berhak sombong adalah Allah SWT.
Karena kita tidak tahu

bagaimana akhir hidup kita nanti. Dengan demikian maka
kita akan belajar berprasangka baik kepada orang/mahkluk
lain yang sama-sama ciptaan Allah SWT. (hudianto)


Cincin Pak Tani

Seorang petani kaya mati meninggalkan kedua putranya.
Sepeninggal ayahnya, kedua putra ini hidup bersama dalam satu rumah.
Sampai suatu hari mereka bertengkar dan

memutuskan untuk berpisah dan membagi dua harta warisan ayahnya.

Setelah harta terbagi, masih tertingal satu kotak yang
selama ini disembunyikan oleh ayah mereka. Mereka membuka
kotak itu dan menemukan dua buah cincin di dalamnya,

yang satu terbuat dari emas bertahtakan berlian
dan yang satu terbuat dari perunggu murah.

Melihat cincin berlian itu, timbullah keserakahan sang kakak,
dia menjelaskan, "Kurasa cincin ini bukan milik ayah,
namun warisan turun-temurun dari nenek moyang kita.
Oleh karena itu, kita harus menjaganya untuk anak-cucu kita.
Sebagai saudara tua,
aku akan menyimpan yang emas dan kamu simpan yang perunggu."

Sang adik tersenyum dan berkata,
"Baiklah, ambil saja yang emas, aku ambil yang perunggu."
Keduanya mengenakan cincin tersebut di jari masing-masing dan berpisah.

Sang adik merenung, "Tidak aneh kalau ayah menyimpan
cincin berlian yang mahal itu, tetapi kenapa ayah
menyimpan cincin perunggu murahan ini?" Dia mencermati cincinnya

dan menemukan sebuah kalimat terukir di cincin itu: INI PUN AKAN BERLALU.
"Oh, rupanya ini mantra ayah?," gumamnya sembari
kembali mengenakan cincin tersebut.

Kakak-beradik tersebut mengalami
jatuh-bangunnya kehidupan. Ketika panen berhasil,
sang kakak berpesta-pora, bermabuk-mabukan, lupa daratan.
Ketika panen gagal, dia menderita tekanan batin,
tekanan darah tinggi, hutang sana-sini.
Demikian terjadi dari waktu ke waktu, sampai akhirnya dia

kehilangan keseimbangan batinnya, sulit tidur,
dan mulai memakai obat-obatan penenang.
Akhirnya dia terpaksa menjual cincin berliannya untuk membeli obat-obatan

yang membuatnya ketagihan.

Sementara itu, ketika panen berhasil sang adik mensyukurinya,
tetapi dia teringatkan oleh cincinnya: INI PUN AKAN BERLALU.
Jadi dia pun tidak menjadi sombong dan lupa

daratan. Ketika panen gagal, dia juga ingat bahwa:
INI PUN AKAN BERLALU, jadi ia pun tidak larut dalam kesedihan.
Hidupnya tetap saja naik-turun, kadang berhasil, kadang

gagal dalam segala hal, namun dia tahu bahwa tiada yang kekal adanya.

***

Semua yang datang, hanya akan berlalu.
Dia tidak pernah kehilangan keseimbangan batinnya,
dia hidup tenteram, hidup seimbang, hidup bahagia. (echa)



Berpikir Sederhana

Terpetik sebuah kisah, seorang pemburu berangkat ke hutan
dengan membawa busur dan tombak. Dalam hatinya dia berkhayal
mau membawa hasil buruan yang paling besar,

yaitu seekor rusa. Cara berburunya pun tidak pakai anjing pelacak
atau jaring penyerat, tetapi menunggu di balik sebatang pohon
yang memang sering dilalui oleh binatang-binatang buruan.

Tidak lama ia menunggu, seekor kelelawar besar kesiangan
terbang hinggap di atas pohon kecil tepat di depan si pemburu.
Dengan ayunan parang atau pukulan gagang

tombaknya, kelelawar itu pasti bisa diperolehnya.
Tetapi si pemburu berpikir, "untuk apa merepotkan
diri dengan seekor kelelawar? Apakah artinya dia dibanding dengan seekor

rusa besar yang saya incar?"

Tidak lama berselang, seekor kancil lewat.
Kancil itu sempat berhenti di depannya bahkan menjilat-jilat
ujung tombaknya tetapi ia berpikir, "Ah, hanya seekor kancil, nanti

malah tidak ada yang makan, sia-sia." Agak lama pemburu menunggu.
Tiba-tiba terdengar langkah-langkah kaki binatang mendekat,
pemburupun mulai siaga penuh,tetapi ternyata,
ah... kijang. Ia pun membiarkannya berlalu. Lama sudah ia menunggu,
tetapi tidak ada rusa yang lewat, sehingga ia tertidur.

Baru setelah hari sudah sore, rusa yang ditunggu lewat.
Rusa itu sempat berhenti di depan pemburu, tetapi ia sedang tertidur.
Ketika rusa itu hampir menginjaknya, ia kaget.

Spontan ia berteriak, Rusa!!!" sehingga rusanya pun kaget
dan lari terbirit-birit sebelum sang pemburu menombaknya.
Alhasil ia pulang tanpa membawa apa-apa.

Banyak orang yang mempunyai idealisme terlalu besar
untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya.
Ia berpikir yang tinggi-tinggi dan bicaranya pun terkadang sulit dipahami.

Tawaran dan kesempatan-kesempatan kecil dilewati begitu saja,
tanpa pernah berpikir bahwa mungkin di dalamnya ia memperoleh
sesuatu yang berharga. Tidak jarang orang orang seperti itu
menelan pil pahit karena akhirnya tidak mendapatkan apa-apa.

Demikian juga dengan seseorang yang mengidamkan pasangan hidup,
yang mengharapkan seorang gadis cantik atau perjaka
tampan yang alim, baik, pintar dan

sempurna lahir dan batin, harus puas dengan tidak menemukan siapa-siapa.



Tukang Kayu dan Rumahnya

Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari
pekerjaannya di sebuah perusahaan konstruksi real estate.
Ia menyampaikan keinginannya tersebut pada pemilik perusahaan.

Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya
dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.

Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan
salah seorang pekerja terbaiknya.
Ia lalu memohon pada tukang kayu tersebut
untuk membuatkan sebuah rumah untuk dirinya.

Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan
pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa.
Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan.

Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu.
Ia cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya.
Akhirnya selesailah rumah yang diminta oleh tuannya.
Hasilnya bukanlah sebuah rumah yang baik.
Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya
dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya,
ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu.

'Ini adalah rumahmu, ' katanya, 'hadiah dari kami.'
Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya.
Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya

mengerjakan rumah untuk dirinya sendiri,
ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali.
Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang
tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.

Teman, itulah yang terjadi pada kehidupan kita.
Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan
dengan cara yang membingungkan dan kurang bertanggung

jawab.Lebih memilih berusaha ala kadarnya
ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada bagian-bagian terpenting
dalam hidup kita tidak memberikan yang terbaik.

Pada akhir perjalanan kita terkejut saat melihat apa yang
telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam
sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri.

Seandainya kita menyadarinya sejak semula kita akan menjalani
hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

Renungkan bahwa kita adalah si tukang kayu.
Renungkan 'rumah' yang sedang kita bangun.
Setiap hari kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap.

Mari kita selesaikan 'rumah' kita dengan sebaik-baiknya
seolah-olah hanya mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup.



Kisah 2 Ekor Kodok

Sekelompok kodok sedang berjalan-jalan melintasi hutan.
Malangnya, dua di antara kodok tersebut jatuh kedalam sebuah lubang.
Kodok-kodok yang lain mengelilingi

lubang tersebut. Ketika melihat betapa dalamnya lubang tersebut,
mereka berkata pada kedua kodok tersebut bahwa mereka lebih baik mati.

Kedua kodok tersebut mengacuhkan komentar-komentar
itu dan mencoba melompat keluar dari lubang itu dengan
segala kemampuan yang ada. Kodok yang lainnya tetap

mengatakan agar mereka berhenti melompat dan lebih baik mati.

Akhirnya, salah satu dari kodok yang ada di lubang itu
mendengarkan kata-kata kodok yang lain dan menyerah. Dia terjatuh dan mati.

Sedang kodok yang satunya tetap melanjutkan untuk
melompat sedapat mungkin. Sekali lagi kerumunan kodok
tersebut berteriak padanya agar berhenti berusaha dan mati saja.

Dia bahkan berusaha lebih kencang dan akhirnya berhasil.
Akhirnya, dengan sebuah lompatan yang kencang, dia berhasil sampai di atas.

Kodok lainnya takjub dengan semangat kodok yang satu ini,
dan bertanya "Apa kau tidak mendengar teriakan kami?"
Lalu kodok itu (dengan membaca gerakan bibir kodok yang

lain) menjelaskan bahwa ia tuli.

Akhirnya mereka sadar bahwa saat di bawah tadi mereka
dianggap telah memberikan semangat kepada kodok tersebut.

Apa yang dapat kita pelajari dari ilustrasi di atas?

Kata-kata positif yang diberikan pada seseorang
yang sedang "jatuh" justru dapat membuat orang tersebut bangkit
dan membantu mereka dalam menjalani hari-hari.

Sebaliknya, kata-kata buruk yang diberikan pada seseorang
yang sedang "jatuh" dapat membunuh mereka.
Hati hatilah dengan apa yang akan diucapkan.

Suarakan 'kata-kata kehidupan' kepada mereka yang
sedang menjauh dari jalur hidupnya. Kadang-kadang memang
sulit dimengerti bahwa 'kata-kata kehidupan' itu dapat membuat

kita berpikir dan melangkah jauh dari yang kita perkirakan.

Semua orang dapat mengeluarkan 'kata-kata kehidupan'
untuk membuat rekan dan teman atau bahkan kepada yang
tidak kenal sekalipun untuk membuatnya bangkit dari keputus-asaanya,
kejatuhannya, kemalangannya.

Sungguh indah apabila kita dapat meluangkan waktu kita untuk
memberikan spirit bagi mereka yang sedang putus asa dan jatuh.




Kekayaan, Kesuksesan dan Cinta

Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah,
dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut
yang duduk di halaman depan. Wanita itu tidak mengenal mereka semua.
Wanita itu berkata: "Aku tidak mengenal Anda,
tapi aku yakin Anda semua pasti sedang lapar.
Mari masuk ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk menganjal perut.
Pria berjanggut itu lalu balik bertanya,
"Apakah suamimu sudah pulang? Wanita itu menjawab,
"Belum, dia sedang keluar. "Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk.

Kami akan menunggu sampai suami mu kembali, kata pria itu.
Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul,
sang isteri menceritakan semua kejadian tadi.
Sang suami, awalnya bingung dengan kejadian ini,
lalu ia berkata pada istrinya, "Sampaikan pada mereka,
aku telah kembali, dan mereka semua
boleh masuk untuk menikmati makan malam ini.

Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam.
"Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama",
kata pria itu hampir bersamaan."Lho,

kenapa? tanya wanita itu karena merasa heran.

Salah seorang pria itu berkata,
"Nama dia Kekayaan,"katanya sambil menunjuk
seorang pria berjanggut di sebelahnya,
dan "sedangkan yang ini bernama Kesuksesan,
sambil memegang bahu pria berjanggut lainnya.

Sedangkan aku sendiri bernama Cinta.
Sekarang, coba tanya kepada suamimu,
siapa diantara kami yang boleh masuk ke rumahmu.

Wanita itu kembali masuk kedalam, dan memberitahu pesan pria di luar.
Suaminya pun merasa heran. "Ohho...menyenangkan sekali.
Baiklah, kalau begitu, coba kamu ajak si

Kekayaan masuk ke dalam. Aku ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan.
Istrinya tak setuju dengan pilihan itu.
Ia bertanya, "sayangku, kenapa kita tak mengundang si

Kesuksesan saja? Sebab sepertinya kita perlu dia
untuk membantu keberhasilan panen gandum kita.
"Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu.
Ia pun ikut mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah.
"Bukankah lebih baik jika kita mengajak si Cinta yang masuk ke dalam?
Rumah kita ini akan nyaman dan penuh dengan

kehangatan Cinta. Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka.
"Baiklah, ajak masuk si Cinta ini ke dalam. Dan malam ini,
Si Cinta menjadi teman santap malam kita.

Wanita itu kembali ke luar, dan bertanya kepada 3 pria itu.
"Siapa diantara Anda yang bernama Cinta? Ayo, silahkan masuk,
Anda menjadi tamu kita malam ini. Si Cinta

bangkit, dan berjalan menuju beranda rumah. Ohho..ternyata,
kedua pria berjanggut lainnya pun ikut serta.

Karena merasa ganjil, wanita itu bertanya
kepada si Kekayaan dan si Kesuksesan.
"Aku hanya mengundang si Cinta yang masuk ke dalam,
tapi kenapa kamu ikut juga? Kedua

pria yang ditanya itu menjawab bersamaan.
"Kalau Anda mengundang si Kekayaan, atau si Kesuksesan,
maka yang lainnya akan tinggal di luar. Namun,
karena Anda mengundang si Cinta, maka, kemana pun Cinta pergi,
kami akan ikut selalu bersamanya. Dimana ada Cinta,
maka Kekayaan dan Kesuksesan juga akan ikut serta.
Sebab, ketahuilah, sebenarnya kami buta.
Dan hanya si Cinta yang bisa melihat.
Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan,
kepada jalan yang lurus.
Maka, kami butuh bimbingannya saat berjalan.
Saat kami menjalani hidup ini.(afzn.com)

DIAMBIL DARI http://www.dheryudi.bravehost.com











Harta Sejati

Seorang kaya raya tergolek di tempat tidurnya menunggu
saat maut menjemputnya. Seluruh hidupnya telah dihabiskan
untuk mencari kekayaan dan uang semata.
Ketika mengalami gelombang kehidupan ini,
ia mempunyai prinsip bahwa uang dan kekayaan akan
dapat menolongnya untuk keluar dari setiap masalah dan problema hidup.

Ia sangat percaya bahwa uang adalah jaminannya dalam hidup
ini bahkan dalam kehidupan yang akan datang..
Saat kematiannya sudah menjelang,
ia pun memerintahkan keluarganya untuk memasukkan
sekarung penuh uang dan emasnya di dalam peti matinya nanti.
Keinginannya segera dipenuhi keluarganya.

Di dunia lain, ia mengambil buku pedoman sepanjang masa
untuk menemukan namanya dalam salah satu buku kehidupan yang ada.
Oleh karena pencarian itu memakan waktu yang lama,
ia pun menjadi lapar dan haus. Setelah mencari-cari,
ia pun menemukan sebuah restoran yang sangat menarik hatinya.
"Ah, saatnya sudah tiba untuk membelanjakan uangku," pikirnya.
Ia pun memasuki restoran dan memesan makanan.
Namun, pelayan menolaknya dan mengatakan
bahwa uang yang dibawanya tidak berlaku di situ.
Alangkah kaget dan terkejutnya ia mendengar jawaban itu,
dan dengan langkah gontai ia pun terpaksa keluar
dari restoran itu sambil menahan lapar dan haus yang kian membara.







Tamu Istimewa

Pada minggu ini Conrad, pembuat sepatu, bangun sangat awal,
membersihkan tokonya, kemudian kembali ke dalam rumahnya,
menyalakan api di tungku dan menyiapkan meja.
Dia tidak akan bekerja. Dia sedang menanti teman,
seorang tamu khusus : Tuhan sendiri.
Kemarin malam Tuhan datang padanya dalam suatu mimpi
dan memberitahukan bahwa Dia akan datang bertamu besok.

Jadi Conrad duduk di ruangan yang nyaman dan menunggu,
hatinya penuh dengan kegembiraan. Kemudian dia mendengar
langkah kaki di luar dan ketukan pada pintu "Itu DIA," pikir Conrad,
sambil lari ke arah pintu dan membukanya.

Ternyata itu hanyalah tukang pengantar surat.
Wajahnya merah dan jari-jarinya biru kedinginan.
Dia menatap sambil menelan ludah ke arah cerek teh di tungku.
Conrad mempersilahkan dia duduk menghangatkan diri di dekat tungku.
Kata pengantar surat itu, "Terima kasih, teh ini enak sekali."
Kemudian dia menghilang di tengah hawa dingin di luar.

Ketika pengantar surat itu pergi, Conrad membersihkan meja lagi.
Lalu dia duduk di dekat jendela untuk menanti kedatangan tamunya.
Dia merasa yakin bahwa tamu itu akan datang.

Tiba-tiba dia melihat seorang anak laki-laki kecil yang sedang menangis.
Conrad memanggilnya dan mengetahui bahwa anak itu kehilangan jejak
ibunya di kota dan tidak tahu jalan untuk pulang.
Kemudian, Conrad menulis pada secarik
kertas dan meletakkannya di atas meja. Tulisan itu berbunyi,
"Tunggulah saya. Saya akan kembali segera."
Kemudian dia membiarkan pintu terbuka sedikit dan menggandeng
anak kecil itu serta membawanya pulang.

Ternyata perjalanan itu lebih lama dari perkiraannya,
bahkan hari sudah mulai agak gelap ketika dia kembali ke rumah.
Dia terkejut mendapati seseorang ada di dalam rumahnya sambil
memandang ke luar jendela. tapi lalu hatinya berdebar.
Orang itu pastilah Tuhan, yang sudah berjanji untuk datang.

Namun Conrad mengenali bahwa orang itu adalah perempuan yang
tinggal di tingkat atas dari flatnya.
Perempuan itu tampak sedih dan lelah.
Dia memberi tahu bahwa dia tak bisa tidur sama sekali
sebab anak laki-lakinya Peter sedang sakit parah.
Dia tidak tahu mau berbuat apa.
Anak itu diam terbaring di sana, demamnya tinggi,
dan dia tidak bisa lagi mengenali ibunya.

Conrad merasa ikut sedih.
Perempuan itu hidup sendiri dengan anaknya di sana sejak
suaminya meninggal dalam kecelakaan. Jadi dia ikut wanita itu.
Mereka bersama-sama menyelimuti Peter dengan kain basah.
Conrad duduk di tepi tempat tidur anak laki-laki itu,
sementara ibunya beristirahat sejenak.

Ketika dia kembali ke ruangannya, hari sudah larut malam.
Conrad sangat lelah dan sungguh kecewa ketika membaringkan
tubuhnya di tempat tidur. Hari sudah larut. Tuhan belum juga datang.

Tiba-tiba dia mendengar suara. Ternyata suara Tuhan yang berkata,
"Terima kasih, karena menghangatkan tubuh saya di rumahmu hari ini.
Terima kasih karena menunjukkan jalan ke rumah.
Dan terima kasih atas dukungan dan bantuanmu.
Conrad, saya berterima kasih karena hari ini saya bisa menjadi tamumu."









Kasih Seorang Anak Kecil

Sekitar tahun lalu, saya melayani seorang anak kecil berumur
5 tahun untuk mengisi libur musim panas sebagai Babysitter.
Dan masa itu adalah pekerjaan musim panas yang paling berkesan!

Maddie dan saya selalu berjalan jalan di taman setiap hari
setelah makan siang. Maddie suka bermain
ayunan dan perosotan di taman itu. Walaupun masih kecil,
Maddie mempunyai hati yang baik, dan dia selalu membuat
saya terkejut pada kasihya terhadap orang lain.
Kedua orang tuanya pun juga sama - Selalu ada damai
sejahtera diantara mereka. Saya selalu bertanya,
mengapa mereka sangat berbeda dari orang orang lain?

Suatu hari di taman itu, saya sedang mendorong Maddie
yang bermain ayunan, dan kami mendengar banyak anak anak kecil tertawa.
Kami melihat ada sekelompok anak anak
yang berkumpul di sebuah tempat di taman itu.

Maddie menyetop ayunannya, dan ingin pergi kesana
untuk melihat apa yang sedang mereka tertawakan.

Kami berjalan, dan seorang anak laki-laki lari
menuju Maddie dan mengatakan,
"Ayo ke sini dan lihat orang perempuan aneh ini!
Ia kotor dan berbau, menangis lagi!"

Maddie mendorong anak laki laki itu,
dan menuju ke seorang wanita yang sedang duduk di tanah.
Wanita itu kelihatannya berumur sekitar 50 tahun,
walaupun kemungkinan umurnya lebih muda.
Karena terlihat kehidupannya sangat susah,
dan anak laki-laki itu benar, orang itu berbau dan kotor.
Suatu hal yang akan ku pikir akan kulakukan adalah
memegang Maddie dan menyingkirkannya dari orang itu.

Ketika saya mencarinya,
ternyata Maddie sudah duduk di samping wanita itu,
dan memegang tangan orang itu.
Orang itu melihat kepada Maddie dan tersenyum.
Untuk beberapa detik lamanya orang itu rasanya tidak
lagi berbau dan kotor, dia cantik!!
Anak-anak yang lain akhirnya meninggalkan orang itu,
dan Maddie memeluk orang itu, lalu Maddie meninggalkannya.

Di sepanjang jalan, Maddie menggumamkan sebuah nyanyian,
dan berlompat-lompat kecil, sesuai kebiasaannya.
Ia gembira, sepertinya tidak memikirkan kesusahan.
Saya menunggu Maddie mengatakan sesuatu tentang wanita itu,
tetapi ia tidak mengatakan sepatah katapun.

Akhirnya ketika sampai di rumah, saya tidak tahan lagi.
Saya menghampiri Maddie dan berkata, "Mengapa kamu lakukan itu?"

Maddie bertanya balik, "Melakukan apa Julie?" dan saya jawab,
"Mengapa kamu memegang tangan dan memeluk orang
itu sedangkan anak anak lain menertawainya dan menakut-nakutinya?"

Maddie menatap saya dan berkata,
"Julie, Yesus tidak akan memperlakukan wanita itu seperti itu.
Setiap orang menertawakan dan memperlakukan Yesus
seperti apa yang mereka perbuat,
tapi apa yang Yesus telah perbuat! Dia sudah mati untuk kita di kayu salib.
Setiap kali saya melihat seseorang dipermalukan seperti itu,
saya selalu pergi menemuinya, memeluk mereka,
dan mengatakan bahwa Yesus mencintai mereka,
hal itu selalu membuat mereka merasa menjadi lebih baik.

Saya yang berumur 23 tahun, seharusnya lebih pintar!
Tetapi anak berumur 5 tahun ini mengetahui lebih banyak daripada saya.
Dan itulah Maddie! Yesus, datang ke dunia yang kotor dan dingin ini,
ditertawakan, diludahi, tetapi Dia mati untuk kita.
Saya berubah mulai hari itu, dunia terlihat berbeda,
dan hal itu dikarenakan seorang anak perempuan kecil berumur
5 tahun yang telah memperlihatkan apa arti sebenarnya Kasih.








Hati Yang Sempurna

Pada suatu hari, seorang pemuda berdiri di tengah kota dan
menyatakan bahwa dialah pemilik hati
yang terindah yang ada di kota itu.
Banyak orang kemudian berkumpul dan
mereka semua mengagumi hati pemuda itu,
karena memang benar-benar sempurna.
Tidak ada satu cacat atau goresan sedikitpun di hati pemuda itu.
Pemuda itu sangat bangga dan mulai menyombongkan hatinya yang indah.

Tiba-tiba, seorang lelaki tua menyeruak dari kerumunan,
tampil ke depan dan berkata "Mengapa hatimu masih belum seindah hatiku ?".

Kerumunan orang-orang dan pemuda itu melihat pada hati pak tua itu.
Hati pak tua itu berdegup dengan kuatnya, namun penuh dengan bekas luka,
dimana ada bekas potongan hati yang diambil dan
ada potongan yang lain ditempatkan di situ;
namun tidak benar-benar pas dan ada sisi-sisi potongan yang tidak rata.
Bahkan, ada bagian-bagian yang berlubang
karena dicungkil dan tidak ditutup kembali.
Orang-orang itu tercengang dan berpikir,
bagaimana mungkin pak tua itu mengatakan bahwa hatinya lebih indah ?

Pemuda itu melihat kepada pak tua itu,
memperhatikan hati yang dimilikinya dan tertawa
"Anda pasti bercanda, pak tua", katanya,
"bandingkan hatimu dengan hatiku,
hatiku sangatlah sempurna sedangkan hatimu
tak lebih dari kumpulan bekas luka dan cabikan".

"Ya", kata pak tua itu," hatimu kelihatan sangat sempurna
meski demikian aku tak akan menukar hatiku dengan hatimu.
Lihatlah, setiap bekas luka ini adalah tanda dari
orang-orang yang kepadanya kuberikan kasihku,
aku menyobek sebagian dari hatiku untuk kuberikan kepada mereka,
dan seringkali mereka juga memberikan sesobek hati
mereka untuk menutup kembali sobekan yang kuberikan.
Namun karena setiap sobekan itu tidaklah sama,
ada bagian-bagian yang kasar, yang sangat aku hargai,
karena itu mengingatkanku akan cinta kasih
yang telah bersama-sama kami bagikan.
Adakalanya, aku memberikan potongan hatiku begitu
saja dan orang yang kuberi itu tidak
membalas dengan memberikan potongan hatinya.
Hal itulah yang meninggalkan lubang-lubang sobekan - -

memberikan cinta kasih adalah suatu kesempatan.
Meskipun bekas cabikan itu menyakitkan, mereka tetap terbuka,
hal itu mengingatkanku akan cinta kasihku pada orang-orang itu,
dan aku berharap,
suatu ketika nanti mereka akan kembali dan mengisi lubang-lubang itu.
Sekarang, tahukah engkau keindahan hati yang sesungguhnya itu ?"

Pemuda itu berdiri membisu dan airmata mulai mengalir di pipinya.
Dia berjalan ke arah pak tua itu,
menggapai hatinya yang begitu muda dan indah,
lalu merobeknya sepotong.
Pemuda itu memberikan robekan hatinya kepada
pak tua dengan tangan-tangan yang gemetar.
Pak tua itu menerima pemberian itu, menaruhnya di hatinya
dan kemudian mengambil sesobek dari hatinya
yang sudah amat tua dan penuh luka,
kemudian menempatkannya untuk menutup luka di hati pemuda itu.
Sobekan itu pas, tetapi tidak sempurna,
karena ada sisi-sisi yang tidak sama rata.
Pemuda itu melihat kedalam hatinya, yang tidak lagi
sempurna tetapi kini lebih indah dari sebelumnya,
karena cinta kasih dari pak tua itu telah mengalir kedalamnya.
Mereka berdua kemudian berpelukan dan berjalan beriringan.










Membeli Cinta

Di sebuah daerah tinggal seorang saudagar kaya raya.
Dia mempunyai seorang batur (baca: hamba sahaya)
yang sangat lugu - begitu lugu, hingga orang-orang menyebutnya si bodoh.

Suatu kali sang tuan menyuruh si bodoh pergi ke sebuah
perkampungan miskin untuk menagih hutang para penduduk di sana.
"Hutang mereka sudah jatuh tempo," kata sang tuan.
"Baik, Tuan," sahut si bodoh. "Tetapi nanti uangnya mau diapakan?"
"Belikan sesuatu yang aku belum punyai," jawab sang tuan.

Maka pergilah si bodoh ke perkampungan yang dimaksud.
Cukup kerepotan juga si bodoh menjalankan tugasnya;
mengumpulkan receh demi receh uang hutang dari para penduduk kampung.
Para penduduk itu memang sangat miskin,
dan pula ketika itu tengah terjadi kemarau panjang.

Akhirnya si bodoh berhasil jua menyelesaikan tugasnya.
Dalam perjalanan pulang ia teringat pesan tuannya,
"Belikan sesuatu yang belum aku miliki." "Apa, ya?"
tanya si bodoh dalam hati.
"Tuanku sangat kaya, apa lagi yang belum dia punyai?"
Setelah berpikir agak lama, si bodoh pun menemukan jawabannya.
Dia kembali ke perkampungan miskin tadi.
Lalu dia bagikan lagi uang yang sudah
dikumpulkannya tadi kepada para penduduk.
"Tuanku, memberikan uang ini kepada kalian," katanya.

Para penduduk sangat gembira.
Mereka memuji kemurahan hati sang tuan.
Ketika si bodoh pulang dan melaporkan apa yang telah dilakukannya,
sang tuan geleng-geleng kepala. "Benar-benar bodoh," omelnya.

Waktu berlalu. Terjadilah hal yang tidak disangka-sangka;
pergantian pemimpin karena pemberontakan membuat usaha sang
tuan tidak semulus dulu. Belum lagi bencana banjir
yang menghabiskan semua harta bendanya.
Pendek kata sang tuan jatuh bangkrut dan melarat.
Dia terlunta meninggalkan rumahnya.
Hanya si bodoh yang ikut serta.
Ketika tiba di sebuah kampung,
entah mengapa para penduduknya menyambut
mereka dengan riang dan hangat;
mereka menyediakan tumpangan dan makanan buat sang tuan.

"Siapakah para penduduk kampung itu,
dan mengapa mereka sampai mau berbaik hati menolongku?"
tanya sang tuan.
"Dulu tuan pernah menyuruh saya menagih
hutang kepada para penduduk miskin kampung ini," jawab si bodoh.
"Tuan berpesan agar uang yang terkumpul saya
belikan sesuatu yang belum tuan punyai. Ketika itu saya berpikir,
tuan sudah memiliki segala sesuatu. Satu-satunya hal
yang belum tuanku punyai adalah cinta di hati mereka.
Maka saya membagikan uang itu kepada mereka atas nama tuan.
Sekarang tuan menuai cinta mereka."

Semoga orang-orang yang punya kekayaan dan pengaruh
dapat belajar dari kisah tadi ; bahwa kekayaan dan pengaruh baru akan
sangat berguna kalau dipergunakan untuk menebar cinta kasih.
Sebab, seperti kata penulis Amsal
"Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar,
dan dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas."

"Let's take our opportunity to 'buy love' before it becomes too late,
because everybody needs each other; in laugh and in sadness"








Pola Cinta
Setiap tahun di hari Natal, Service Club kami mengajak
anak-anak dari keluarga yang kurang mampu di kota kami
untuk berjalan-jalan dan berbelanja seharian.
Pada hari itu, aku mengajak Timmy dan Billy yang
ayahnya baru saja berhenti bekerja.
Setelah memberi mereka uang saku masing-masing $4.00,
kami memulai perjalanan ini. Di setiap toko yang kami lalui,
aku memberikan saranku,
tapi mereka selalu dengan tegas menggelengkan kepalanya,
"Tidak". Akhirnya aku bertanya,
"Kemana sebaiknya kita pergi?" "Mari kita pergi ke toko sepatu, Pak",
jawab Timmy. "Kami mencari sepasang sepatu untuk ayah,
supaya dia dapat kembali bekerja".

Di toko sepatu, pegawainya menanyakan apa
yang anak-anak itu inginkan.
Sambil mengeluarkan secarik kertas coklat, mereka berkata,
"Kami menginginkan sepatu kerja yang cocok ukurannya dengan kaki ini".
Billy menjelaskan bahwa itu adalah pola kaki ayah mereka.
Mereka menggambarnya kala ayah mereka tertidur di kursi.
Pegawai toko itu memegang kertas tersebut dan mengambil pengukur,
seraya beranjak ke dalam. Tak lama kemudian ia
kembali dengan sebuah kotak terbuka.
"Apakah yang ini cocok?" dia bertanya.
Timmy dan Billy memegang sepatu itu dengan antusias sekali.
"Berapa harganya?" tanya Billy.
Timmy melihat label harga pada kotak tersebut.
"Harganya $16.95", katanya dengan terkejut. "Kita hanya punya $8.00".
Aku memandang pegawai itu dan sambil berdehem dia berkata,
"Itu harga normal, tapi khusus hari ini saja sedang ada obral.
Harganya hanya $3.98"

Kemudian dengan gembira membawa sepatu di tangan,
kedua bocah itu membelikan hadiah untuk ibu dan
kedua saudara perempuan mereka.
Mereka tidak memikirkan sama sekali keinginan mereka.
Sehari setelah Natal, ayah kedua anak laki-laki itu menemuiku di jalan.
Kakinya mengenakan sepatu baru.
Tampak rasa syukur dan terimakasih di matanya,
"Saya sangat berterima kasih pada Tuhan untuk orang-orang yang peduli",
katanya.

"Dan saya berterima kasih pada Tuhan untuk kedua putra anda," jawabku.
"Mereka telah mengajariku lebih banyak tentang Natal
dalam satu hari dibanding yang telah aku pelajari sepanjang hidupku."










Perjalanan Hidup

Tersebutlah seorang pengusaha muda dan kaya.
Ia baru saja membeli mobil mewah, sebuah Jaguar yang mengkilap.
Kini, sang pengusaha, sedang menikmati
perjalanannya dengan mobil baru itu. Dengan kecepatan penuh,
dipacunya kendaraan itu mengelilingi jalanan tetangga
sekitar dengan penuh rasa bangga dan prestise.

Di pinggir jalan, tampak beberapa anak yang sedang bermain
sambil melempar sesuatu. Namun, karena berjalan terlalu kencang,
tak terlalu diperhatikannya anak-anak itu.

Tiba-tiba, dia melihat seseorang anak kecil yang melintas
dari arah mobil-mobil yang di parkir di jalan.
Tapi, bukan anak-anak yang tampak melintas sebelumnya.

"Buk....!!!!"

Aah..., ternyata, ada sebuah batu seukuran kepalan
tangan yang menimpa Jaguar itu yang dilemparkan si anak itu.
Sisi pintu mobil itupun koyak,
tergores batu yang dilontarkan seseorang.

"Cittt...." ditekannya rem mobil kuat-kuat.

Dengan geram, dimundurkannya mobil itu menuju tempat
arah batu itu di lemparkan. Jaguar yang tergores,
bukanlah perkara sepele. Apalagi, kecelakaan itu dilakukan
oleh orang lain, begitu pikir sang pengusaha dalam hati.

Amarahnya memuncak. Dia pun keluar mobil dengan tergesa-gesa.
Ditariknya anak yang dia tahu telah melempar batu ke mobilnya,
dan dipojokkannya anak itu pada sebuah mobil yang diparkir.

"Apa yang telah kau lakukan!?!!
Lihat perbuatanmu pada mobil kesayanganku!! Lihat goresan itu",
teriaknya sambil menunjuk goresan di sisi pintu.

"Kamu tentu paham, mobil baru jaguarku ini akan butuh banyak
ongkos di bengkel untuk memperbaikinya."
Ujarnya lagi dengan kesal dan geram, tampak ingin memukul anak itu.

Si anak tampak menggigil ketakutan dan pucat,
dan berusaha meminta maaf.

"Maaf Pak, Maaf. Saya benar-benar minta maaf.
Sebab, saya tidak tahu lagi harus melakukan apa."
Air mukanya tampak ngeri, dan tangannya bermohon ampun.

"Maaf Pak, aku melemparkan batu itu,
karena tak ada seorang pun yang mau berhenti...."

Dengan air mata yang mulai berjatuhan di pipi dan leher,
anak tadi menunjuk ke suatu arah, di dekat mobil-mobil parkir tadi.

"Itu disana ada kakakku yang lumpuh. Dia tergelincir,
dan terjatuh dari kursi roda. Saya tak kuat mengangkatnya,
dia terlalu berat, tapi tak seorang pun yang mau menolongku.
Badannya tak mampu kupapah, dan sekarang dia sedang kesakitan.."

Kini, ia mulai terisak. Dipandanginya pengusaha tadi.
Matanya berharap pada wajah yang mulai tercenung itu.

"Maukah Bapak membantuku mengangkatnya ke kursi roda?
Tolonglah, kakakku terluka, tapi saya tak sanggup mengangkatnya."

Tak mampu berkata-kata lagi, pengusaha muda itu terdiam.
Amarahnya mulai sedikit reda setelah dia melihat seorang
lelaki yang tergeletak yang sedang mengerang kesakitan.
Kerongkongannya tercekat. Ia hanya mampu menelan ludah.
Segera dia berjalan menuju lelaki tersebut,
diangkatnya si cacat itu menuju kursi rodanya.
Kemudian, diambilnya sapu tangan mahal miliknya,
untuk mengusap luka di lutut yang memar dan tergores,
seperti sisi pintu Jaguar kesayangannya.
Setelah beberapa saat, kedua anak itu pun berterima kasih,
dan mengatakan bahwa mereka akan baik-baik saja.

"Terima kasih, dan semoga Tuhan akan membalas perbuatan Bapak."

Keduanya berjalan beriringan, meninggalkan pengusaha yang masih
nanar menatap kepergian mereka. Matanya terus mengikuti langkah
sang anak yang mendorong kursi roda itu,
melintasi sisi jalan menuju rumah mereka.

Berbalik arah, pengusaha tadi berjalan sangat
perlahan menuju Jaguar miliknya.
Ditelusurinya pintu Jaguar barunya yang telah tergores
itu oleh lemparan batu tsb, sambil merenungkan kejadian
yang baru saja dilewatinya.

Kerusakan yang dialaminya
bisa jadi bukanlah hal sepele,
tapi pengalaman tadi menghentakkan perasaannya.
Akhirnya ia memilih untuk tak menghapus goresan itu.
Ia memilih untuk membiarkan goresan itu,
agar tetap mengingatkannya pada hikmah ini.

Ia menginginkan agar pesan itu tetap nyata terlihat:
"Janganlah melaju dalam hidupmu terlalu cepat, karena,
seseorang akan melemparkan batu untuk menarik perhatianmu."

Sama halnya dengan kendaraan, hidup kita akan selalu berputar,
dan dipacu untuk tetap berjalan. Di setiap sisinya,
hidup itu juga akan melintasi berbagai macam hal dan kenyataan.
Namun adakah kita memacu hidup kita dengan cepat,
sehingga tak pernah ada masa buat kita
untuk menyelaraskannya untuk melihat sekitar?

Tuhan akan selalu berbisik dalam jiwa,
dan berkata lewat kalbu kita.
Kadang, kita memang tak punya waktu untuk mendengar,
menyimak, dan menyadari setiap ujaran-Nya.
Kita kadang memang terlalu sibuk dengan bermacam urusan,
memacu hidup dengan penuh nafsu,
hingga terlupa pada banyak hal yang melintas.

Kadang memang, ada yang akan "melemparkan batu" buat kita
agar kita mau dan bisa berhenti sejenak.
Semuanya terserah pada kita.
Mendengar bisikan-bisikan dan kata-kata-Nya,
atau menunggu ada yang melemparkan batu-batu itu buat kita.








Kisah Karpet

Sebuah kisah nyata...

Ada seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 anak laki-laki.
Urusan belanja, cucian, makan, kebersihan & kerapihan
rumah dapat ditanganinya dengan baik.
Rumah tampak selalu rapih, bersih & teratur dan suami
serta anak-anaknya sangat menghargai pengabdiannya itu.

Cuma ada satu masalah, ibu yg pembersih ini sangat tidak
suka kalau karpet di rumahnya kotor. Ia bisa meledak dan
marah berkepanjangan hanya gara-gara melihat jejak
sepatu di atas karpet, dan suasana tidak enak akan
berlangsung seharian. Padahal, dengan 4 anak laki-laki
di rumah, hal ini mudah sekali terjadi terjadi dan menyiksanya.

Atas saran keluarganya, ia pergi menemui seorang psikolog
bernama Virginia Satir, dan menceritakan masalahnya.
Setelah mendengarkan cerita sang ibu dengan penuh perhatian,
Virginia Satir tersenyum & berkata kepada sang ibu :

"Ibu harap tutup mata ibu dan bayangkan apa yang akan
saya katakan" Ibu itu kemudian menutup matanya.

"Bayangkan rumah ibu yang rapih dan karpet ibu yang
bersih mengembang, tak ternoda, tanpa kotoran, tanpa
jejak sepatu, bagaimana perasaan ibu?"
Sambil tetap menutup mata, senyum ibu itu merekah,
mukanya yg murung berubah cerah. Ia tampak senang
dengan bayangan yang dilihatnya.

Virginia Satir melanjutkan; "Itu artinya tidak ada
seorangpun di rumah ibu. Tak ada suami, tak ada anak-anak,
tak terdengar gurau canda dan tawa ceria mereka.
Rumah ibu sepi dan kosong tanpa orang-orang yang ibu kasihi".
Seketika muka ibu itu berubah keruh, senyumnya langsung
menghilang, napasnya mengandung isak.
Perasaannya terguncang. Pikirannya langsung cemas
membayangkan apa yang tengah terjadi pada suami dan
anak-anaknya.

"Sekarang lihat kembali karpet itu, ibu melihat jejak sepatu
& kotoran di sana, artinya suami dan anak-anak ibu ada
di rumah, orang-orang yang ibu cintai ada bersama ibu dan
kehadiran mereka menghangatkan hati ibu".
Ibu itu mulai tersenyum kembali, ia merasa nyaman
dengan visualisasi tsb.

"Sekarang bukalah mata ibu" Ibu itu membuka matanya
"Bagaimana, apakah karpet kotor masih menjadi masalah
buat ibu?"

Ibu itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Aku tahu maksud anda" ujar sang ibu, "Jika kita melihat
dengan sudut yang tepat, maka hal yang tampak negatif
dapat dilihat secara positif".

Sejak saat itu, sang ibu tak pernah lagi mengeluh soal
karpetnya yang kotor, karena setiap melihat jejak sepatu
disana, ia tahu, keluarga yg dikasihinya ada di rumah.

Kisah di atas adalah kisah nyata. Virginia Satir adalah
seorang psikolog terkenal yang mengilhami
Richard Binder & John Adler untuk menciptakan NLP
(Neurolinguistic Programming) . Dan teknik yang
dipakainya di atas disebut Reframing, yaitu bagaimana
kita 'membingkai ulang' sudut pandang kita sehingga
sesuatu yg tadinya negatif dapat menjadi positif,
salah satu caranya dengan mengubah sudut pandangnya.

Terlampir beberapa contoh pengubahan sudut pandang :

Saya BERSYUKUR;

1. Untuk istri yang mengatakan malam ini kita hanya
makan mie instan, karena itu artinya ia bersamaku bukan
dengan orang lain
2. Untuk suami yang hanya duduk malas di sofa menonton
TV, karena itu artinya ia berada di rumah dan bukan di
bar, kafe, atau di tempat mesum.
3. Untuk anak-anak yang ribut mengeluh tentang banyak hal,
karena itu artinya mereka di rumah dan tidak jadi anak jalanan
4. Untuk Tagihan Pajak yang cukup besar, karena itu
artinya saya bekerja dan digaji tinggi
5. Untuk sampah dan kotoran bekas pesta yang harus
saya bersihkan, karena itu artinya keluarga kami
dikelilingi banyak teman
6. Untuk pakaian yang mulai kesempitan, karena itu
artinya saya cukup makan
7. Untuk rasa lelah, capai dan penat di penghujung hari,
karena itu artinya saya masih mampu bekerja keras
8. Untuk semua kritik yang saya dengar tentang pemerintah,
karena itu artinya masih ada kebebasan berpendapat
9. Untuk bunyi alarm keras jam 5 pagi yg membangunkan saya,
karena itu artinya saya masih bisa terbangun, masih

hidup


10. Untuk dst...










Antara Kopi dan Cangkir

Sekelompok alumni sebuah universitas
mengadakan reuni di rumah salah
seorang professor favorit mereka yang dianggap
paling bijak dan layak didengarkan.
Satu jam pertama, seperti umumnya diskusi di acara reuni,
diisi dengan menceritakan (baca : membanggakan) prestasi di tempat
kerja masing-masing.
Adu prestasi, adu posisi dan adu gengsi, tentunya
pada akhirnya bermuara pada $ yang mereka punya dan kelola,
mewarnai acara kangen-kangenan ini.

Jam kedua mulai muncul guratan dahi
yang menampilkan keadaan sebenarnya.
Hampir semua yang hadir sedang stres karena sebenarnya
pekerjaan, prestasi, kondisi ekonomi,
keluarga dan situasi hati mereka
tak secerah apa yang mereka miliki dan duduki.
Bahwa dollar mengalir deras,
adalah sebuah fakta yang terlihat dengan jelas dari mobil yang
mereka kendarai serta merk baju dan
jam tangan yang mereka pakai.

Namun di lain pihak,
mereka sebenarnya sedang dirundung masalah berat,
yakni kehilangan makna hidup.
Di satu sisi mereka sukses meraih kekayaan,
di sisi lain mereka miskin dalam menikmati hidup dan
kehidupan itu sendiri. They have money but not life.

Sang profesor mendengarkan celotehan mereka
sambil menyiapkan seteko kopi hangat dan seperangkat cangkir.
Ada yang terbuat dari kristal yang mahal,
ada yang dari keramik asli Cina oleh-oleh salah seorang
dari mereka, dan ada pula gelas plastik murahan untuk perlangkapann
perkemahan sederhana. "Serve yourself," kata profesor,
memecah kegerahan suasana.

Semua mengambil cangkir dan kopi tanpa menyadari
bahwa sang profesor sedang melakukan kajian
akademik pengamatan perilaku, seperti layaknya seorang profesor
yang senantiasa memiliki
arti dan makna dalam setiap tindakannya.

"Jika engkau perhatikan, kalian semua mengambil
cangkir yang paling mahal dan indah.
Yang tertinggal hanya yang tampaknya kurang bagus dan murahan.
Mengambil yang terbaik dan menyisakan yang kurang baik adalah
sangat normal dan wajar.
Namun, tahukah kalian bahwa inilah yang
menyebabkan kalian stres dan tidak dapat menikmati hidup?"
sang profesor memulai wejangannya.
"Now consider this :
life is the coffee,
and the jobs, money and position in society are the cups.
They are just tools to hold and contain life,
and do not change the quality of life.
Sometimes, by concentrating only on the cup, we fail to enjoy
the coffee provided,"

kali ini kalimatnya mulai menekan hati.
"So, don't let the cups drive you,
enjoy the coffee instead," demikian ia
berkata sambil mempersilakan mereka menikmati kopi bersama.

Sewaktu membaca email yang dikirim rekan saya Ucup,
begitu panggilan akrabnya, saya ikut tertegun.
Sesederhana itu rupanya. Profesor yang
bijak selalu membuat yang sulit jadi mudah,
sedangkan politikus selalu
membuat yang mudah jadi sulit.

Betapa banyak diantara kita yang salah
mensiasati hidup ini dengan memutarbalikkan kopi dan cangkir.
Tak jelas apa yang ingin kita nikmati,
kopi yang enak atau cangkir yang cantik.

Ada tiga tipe pekerja (baca rofesional dan penngusaha)
yang sering kita lihat dalam mensiasati kopi
dan cangkir kehidupann ini.

Pertama, pekerja yang sibuk mengejar pekerjaan,
jabatan yang akkhirnya hanya bertumpu pada kepemilikan
jumlah dan kualitas cangkir kehidupan.
Paradigmanya sangat sederhana,
semakin banyak cangkir yang dipunyai,
semakin bercahaya.
Semakin bagus cangkir yang dimiliki akan merubah
rasa kopi menjadi enak.
Fokus hidup hanya untuk menghasilkan kualitas
dan kuantitas cangkir.

Ini yang menyebabkan terus terjadinya
persaingan untuk menambah kepemilikan.
Sukses diukur dengan seberapa banyak dan seberapa bagus
apa yang dimiliki. Kala yang lain bisa membeli mobil mewah,
ia pun terpacu mendapatkannya.
Alhasil, tingkat stres menjadi sangat tinggi
dan tak ada waktu untuk membenahi kopi.
Semua upaya hanya untuk bagian luar,
sedangkan bagian dalam semakin ketinggalan.

Kedua, pekerja yang menyadari bahwa kopinya ternyata pahit
artinya hidup yang terasa hambar;
penuh kepahitan, dengki dan dendam; serta
tak ada damai dan kebahagiaan - mencoba menutupnya dengan
menyajikannya dalam cangkir yang lebih mahal lagi.

Pikirannya juga sangat mudah,
kopi yang tidak enak akan berkurang rasa tidak enaknya
dengan cangkir yang mahal.
Rasa kurang dicintai rekan kerja,
dikompensasi dengan mengadopsi anak asuh dan angkat.
Tak merasa diperhatikan,
dibungkus dengan memberikan perhatian pada korban gempa
di Yogyakarta. Tak menghiraukan lingkungan hidup,
ditutup halus dengan program environmental development
yang harus diresmikan pejabat
Kementerian Lingkungan Hidup.
Tak memperhatikan orang lain dengan tulus,
dibalut dengan program community development yang wah.

Kalau tidak hati-hati,
akan muncul pengusaha kaum Farisi yang munafik bagai
kubur bersih,
tapi di dalamnya sebenarnya tulang tengkorak yang jelek dan bau.

Ketiga, ada pula pekerja yang berkonsentrasi
membenahi kopinya agar lebih enak,
semakin enak dan menjadi sangat enak.
Tipe ini tidak terlalu pusing dengan penampilan cangkir.
Pakaian mahal dan eksklusif tidak mampu membuat borok jadi sembuh.
Makanan yang mahal tidak selalu
membuat tubuh jadi sehat,
malah yang terjadi acap sebaliknya.

Fokus pada kehidupan dan hidup menyebabkan
dia dapat santai menghadapi hari-hari yang keras.
Ia tak mau berkompromi dengan pekerjaan yang
merusak martabat, sikap dan kebiasaan.
Menyuap yang terus menerus dilakukan hanya akan membuat
dirinya tak mudah bersalah kala disuap.

Fokus pada kopi yang enak,
membuat ia tak mudah menyerah pada tuntutan pekerjaan,
tekanan target penjualan yang mengontaminasi karakternya.
Baginya, ini adalah kebodohan yang tak pernah dapat dipulihkan.

Profesor hidup lain pernah berpetuah,
"Take no thought for your life,
what you shall eat or drink, nor your body what you shall put on.
Is not the life more that meat
and the body than raiment?"
Kalau kita tidak sadar,
kita bakal terjerembap : mengkhawatirkann cangkir
padahal seharusnya kita fokus pada kopi.

Enjoy your coffee, my friend!









Kisah Jerry dan Pelurunya

Jerry adalah seorang manager restoran di Amerika.
Dia selalu dalam semangat yang baik dan selalu punya
hal positif untuk dikatakan. Jika seseorang bertanya
kepadanya tentang apa yang sedang dia kerjakan,
dia akan selalu menjawab,
" Jika aku dapat yang lebih baik, aku lebih suka menjadi orang kembar!"

Banyak pelayan di restorannya keluar jika Jerry pindah kerja,
sehingga mereka dapat tetap mengikutinya dari satu restoran
ke restoran yang lain.Alasan mengapa para pelayan restoran
tersebut keluar mengikuti Jerry adalah karena sikapnya.
Jerry adalah seorang motivator alami.
jika karyawannya sedang mengalami hari yang buruk,
dia selalu ada di sana , memberitahu karyawan tersebut
bagaimana melihat sisi positif dari situasi yang tengah dialaminya.

Melihat gaya tersebut benar-benar membuat aku penasaran,
jadi suatu hari aku temui Jerry dan bertanya padanya,
"Aku tidak mengerti! Tidak mungkin seseorang menjadi orang
yang berpikiran positif sepanjang waktu.
Bagaimana kamu dapat melakukannya?"
Jerry menjawab, "Tiap pagi aku bangun dan berkata pada diriku,
aku punya dua pilihan hari ini.
Aku dapat memilih untuk ada di dalam suasana yang baik
atau memilih dalam suasana yang jelek.
Aku selalu memilih dalam suasana yang baik.

Tiap kali sesuatu terjadi,
aku dapat memilih untuk menjadi korban atau
aku belajar dari kejadian itu.
Aku selalu memilih belajar dari hal itu.

Setiap ada sesorang menyampaikan keluhan,
aku dapat memilih untuk menerima keluhan mereka
atau aku dapat mengambil sisi positifnya.
Aku selalu memilih sisi positifnya."

"Tetapi tidak selalu semudah itu," protesku.
"Ya, memang begitu," kata Jerry,
" Hidup adalah sebuah pilihan.
Saat kamu membuang seluruh masalah,
setiap keadaan adalah sebuah pilihan.
Kamu memilih bagaimana bereaksi terhadap semua keadaan.
Kamu memilih bagaimana orang-orang disekelilingmu
terpengaruh oleh keadaanmu.
Kamu memilih untuk ada dalam keadaan yang baik atau buruk.
Itu adalah pilihanmu, bagaimana kamu hidup."

Beberapa tahun kemudian, aku dengar Jerry mengalami musibah
yang tak pernah terpikirkan terjadi dalam bisnis restoran:
membiarkan pintu belakang tidak terkunci pada suatu pagi
dan dirampok oleh tiga orang bersenjata.

Saat mencoba membuka brankas,
tangannya gemetaran karena gugup dan salah memutar nomor kombinasi.
Para perampok panik dan menembaknya.
Untungnya, Jerry cepat ditemukan dan segera dibawa ke rumah sakit.

Setelah menjalani operasi selama 18 jam dan seminggu perawatan intensif,
Jerry dapat meninggalkan rumah sakit dengan
beberapa bagian peluru masih berada di dalam tubuhnya.

Aku melihat Jerry enam bulan setelah musibah tersebut.
Saat aku tanya Jerry bagaimana keadaannya, dia menjawab,
"Jika aku dapat yang lebih baik, aku lebih suka menjadi orang kembar.
Mau melihat bekas luka-lukaku?" Aku menunduk untuk melihat luka-lukanya,
tetapi aku masih juga bertanya apa yang dia
pikirkan saat terjadinya perampokan.

"Hal pertama yang terlintas dalam pikiranku adalah
bahwa aku harus mengunci pintu belakang," jawab Jerry.
"Kemudian setelah mereka menembak dan aku tergeletak di lantai,
aku ingat bahwa aku punya dua pilihan:
aku dapat memilih untuk hidup atau mati. Aku memilih untuk hidup."

"Apakah kamu tidak takut?" tanyaku.
Jerry melanjutkan, " Para ahli medisnya hebat.
Mereka terus berkata bahwa aku akan sembuh.
Tapi saat mereka mendorongku ke ruang gawat darurat
dan melihat ekspresi wajah para dokter dan suster aku jadi takut.
Mata mereka berkata 'Orang ini akan mati'.
Aku tahu aku harus mengambil tindakan."

"Apa yang kamu lakukan?" tanya saya.
"Disana ada suster gemuk yang bertanya padaku," kata Jerry.
"Dia bertanya apakah aku punya alergi.
'Ya' jawabku. Para dokter dan suster berhenti bekerja
dan mereka menunggu jawabanku.
Aku menarik nafas dalam-dalam dan berteriak, 'Peluru!'
Ditengah tertawa mereka aku katakan,
" Aku memilih untuk hidup.
Tolong aku dioperasi sebagai orang hidup, bukan orang mati'."

Jerry dapat hidup karena keahlian para dokter,
tetapi juga karena sikapnya hidupnya yang mengagumkan.
Aku belajar dari dia bahwa tiap hari kamu dapat memilih
apakah kamu akan menikmati hidupmu atau membencinya.
Satu hal yang benar-benar milikmu
yang tidak bisa dikontrol oleh orang lain adalah sikap hidupmu,
sehingga jika kamu bisa mengendalikannya
dan segala hal dalam hidup akan jadi lebih mudah.









It's a good story......

Roy Angel adalah pendeta miskin yang memiliki
kakak seorang milyuner. Pada tahun 1940, ketika bisnis minyak bumi
sedang mengalami puncak, kakaknya menjual padang rumput
di Texas pada waktu yang tepat dengan harga yang sangat tinggi.

Seketika itu kakak Roy Angel menjadi kaya raya.
Setelah itu kakak Roy Angel menanam saham
pada perusahaan besar dan memperoleh untung yang besar.
Kini dia tinggal di apartemen mewah
di New York dan memiliki kantor di Wallstreet.

Seminggu sebelum Natal,
kakaknya menghadiahi Roy Angel sebuah mobil baru yang
mewah dan mengkilap.

Suatu pagi seorang anak gelandangan menatap
mobilnya dengan penuh kekaguman.
"Hai.. nak" sapa Roy
Anak itu melihat pada Roy dan bertanya "Apakah ini mobil Tuan?"
"Ya," jawab Roy singkat.
"Berapa harganya Tuan?"
"Sesungguhnya saya tidak tahu harganya berapa".
"Mengapa Tuan tidak tahu harganya,
bukankan Tuan yang punya mobil ini?"
Gelandangan kecil itu bertanya penuh heran.
"Saya tidak tahu karena mobil ini hadiah dari kakak saya"
Mendengar jawaban itu mata anak itu melebar dan bergumam,
"Seandainya....seandainya...."

Roy mengira ia tahu persis apa yang didambakan anak kecil itu.
"Anak ini pasti berharap memiliki kakak yang sama seperti kakakku."
Ternyata Roy salah menduga,
saat anak itu melanjutkan kata-katanya:
"Seandainya... seandainya
saya dapat menjadi kakak seperti itu....."

Dengan masih terheran-heran Roy mengajak
anak itu berkeliling dengan mobilnya.
Anak itu tak henti-henti memuji keindahan mobilnya.
Sampai satu kali anak itu berkata,
"Tuan bersediakah mampir ke rumah saya ?
Letaknya hanya beberapa blok dari sini".

Sekali lagi Roy mengira dia tahu apa
yang ingin dilakukan anak ini.
"Pasti anak ini ingin memperlihatkan
pada teman-temannya bahwa ia telah naik
mobil mewah." pikir Roy.
"OK, mengapa tidak", kata Roy sambil menuju arah rumah anak itu.
Tiba di sudut jalan si anak gelandangan
memohon pada Roy untuk berhenti sejenak,
"Tuan, bersediakah Tuan menunggu sebentar?
Saya akan segera kembali".
Anak itu berlari menuju rumah gubuknya yang sudah reot.

Setelah menunggu hampir sepuluh menit,
Roy mulai penasaran apa yang
dilakukan anak itu dan keluar dari mobilnya,
menatap rumah reot itu. Pada waktu itu ia mendengar
suara kaki yang perlahan-lahan. Beberapa saat kemudian
anak gelandangan itu keluar sambil menggendong adiknya yang lumpuh.

Setelah tiba di dekat mobil
anak gelandangan itu berkata pada adiknya:
"Lihat... seperti yang kakak bilang padamu.
Ini mobil terbaru.
Kakak Tuan ini menghadiahkannya pada Tuan ini.
Suatu saat nanti kakak akan membelikan mobil
seperti ini untukmu".

Bukan karena keinginan seorang anak
gelandangan yang hendak menghadiahkan
mobil mewah untuk adiknya yang membuat
Roy tak dapat menahan haru pada saat itu juga,
tetapi karena ketulusan kasih seorang kakak yang selalu ingin
memberi yang terbaik bagi adiknya.
Seandainya saya dapat menjadi kakak seperti itu.

Kisah ini diambil dari sebuah kisah nyata yang ditulis dalam sebuah buku
"Stories for the family's heart" by Alice Gray.









IKLAN
Anda mau menghasilkan uang dari internet ?? klik UANG













1 komentar:

  1. cerita yang menarik.!


    Visit : http://www.herbalonlinetop.com/2015/09/obat-tradisional-untuk-atasi-flu-dan-batuk.html




    Visit : http://www.herbalonlinetop.com/2015/09/obat-tradisional-untuk-atasi-flu-dan-batuk.html

    BalasHapus